15 Bidang Ilmu untuk Menafsirkan Al Quran
Para ulama berkata, "Dalam menafsirkan Al Quran diperlukan keahlian dalam lima belas bidang ilmu." Dalam artikel ini akan dituliskan ringkasannya.
Photo by The Dancing Rain on Unsplash
Sayyidina lbnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu berkata, "Jika kalian menginginkan ilmu, maka pikirkanlah dan renungkanlah makna-makna Al Quran, karena di dalamnya terkandung ilmu orang-orang dahulu dan sekarang. Namun, untuk dapat memahami maknanya, kita mesti menunaikan syarat dan adab-adabnya terlebih dahulu."
Jangan seperti zaman kita sekarang ini, hanya bermodalkan pengetahuan tentang beberapa lafaz bahasa Arab, bahkan yang lebih parah lagi hanya sekadar melihat terjemahan Al Quran, seseorang berani berpendapat mengenai Al Quran.
Para ulama berkata, "Dalam menafsirkan Al Quran diperlukan keahlian dalam lima belas bidang ilmu." Saya akan meringkas kelima belas bidang ilmu tersebut semata-mata agar orang mengetahui bahwa tidak setiap orang dapat memahami makna batin Al Quran ini.
1. Ilmu Lughat, (ilmu untuk mengetahui makna setiap kata dalam bahasa Arab). Syaikh Mujahid Rahmatullah 'alaih berkata, "Barang siapa beriman kepada Allah Subhaanahu wata'ala dan hari akhir, ia tidak layak berkomentar tentang ayat-ayat Al Quran tanpa mengetahui ilmu lughat. Sedikit pengetahuan tentang ilmu lughat tidaklah cukup. Karena kadang kala satu lafaz mengandung beberapa makna, sedangkan jika seseorang hanya mengetahui satu atau dua makna saja, padahal kenyataannya, yang dimaksud adalah makna yang lain, maka tentu dia akan salah memahaminya.
2. Ilmu Nahwu (yaitu ilmu untuk mengetahui makna dan bentuk susunan kalimat dalam bahasa Arab). Amat penting mengetahui ilmu Nahwu, karena sedikit saja i'rab (bacaan akhir kata) berubah, akan mengubah arti kata tersebut. Sedangkan pengetahuan tentang i'rab hanya didapat dalam ilmu Nahwu.
3. Ilmu Sharaf (ilmu untuk mengetahui perubahan suatu kata dalam bahasa Arab dan keadaannya sebelum tersusun). Mengetahui ilmu sharaf penting sekali, sebab perubahan sedikit bentuk suatu kata akan mengubah maknanya. Syaikh lbnu Faris Rahmatullah 'alaih berkata, "Jika seseorang tidak mendapatkan ilmu Sharaf, berarti ia telah kehilangan banyak sekali." Dalam Kitab Ujubatut Tafsir, Syaikh Zamakhsyari Rahmatullah 'alaih menulis bahwa ada seseorang yang menerjemahkan ayat Al Quran yang berbunyi:
"(Ingatlah), pada hari (ketika) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya." (Q.S. Al-Isra': 71)
Karena ketidaktahuannya dalam ilmu Sharaf, ia mengartikan ayat tersebut seperti ini: "Pada hari ketika manusia dipanggil dengan ibu-ibu mereka." Kata imam' (pemimpin) adalah bentuk mufrad (tunggal), tetapi orang tersebut mengira bahwa kata "imam' merupakan bentuk jamak dari kata 'umm' (ibu). Jika ia memahami ilmu Sharaf, ia tidak akan memahami bahwa bentuk jamak 'umm' adalah 'imam'.
4. Ilmu Isytiqaq (yaitu ilmu tentang asal usul kata). Mengetahui ilmu Isytiqaq sangat penting. Dengan ilmu tersebut dapat diketahui asal-usul kata. Ada beberapa kata yang berasal dari dua kata yang berbeda, sehingga berbeda maknanya. Seperti kata 'masiih' berasal dari kata 'mash' yang artinya mengusapkan tangan yang basah ke atas sesuatu. Bisa juga kata masih berasal dari kata 'misaahah' yang berarti ukuran.
5. Ilmu Ma'ani (ilmu tentang susunan kalimat dari segi maknanya). lImu Ma'ani amat penting diketahui. Dengan ilmu ini susunan kalimat dapat dipahami maknanya.
6. Ilmu Bayaan, yaitu ilmu yang mempelajari makna kata yang zhahir dan tersembunyi. Ilmu ini juga mempelajari kiasan dan pemisalan kata.
7. Ilmu Badi, yaitu ilmu yang mempelajari keindahan bahasa. Ketiga bidang ilmu di atas (Ilmu Ma'ani, Bayaan, dan Badi) disebut juga sebagai cabang ilmu Balaghah. Ilmu ini sangat penting dikuasai oleh para ahli tafsir karena Al Quran adalah mukjizat yang agung. Dengan ilmu-ilmu di atas, kemukjizatan Al Quran dapat dipahami.
8. Ilmu Qira'at (ilmu yang mempelajari tentang macam-macam bacaan Al Quran). Ilmu ini sangat penting dipelajari, karena perbedaan bacaan dapat mengubah makna ayat. Ilmu ini membantu menentukan makna yang paling tepat di antara makna-makna suatu kata.
9. Ilmu Aqa'id, yaitu ilmu yang mempelajari dasar-dasar keimanan. Mempelajari ilmu ini sangat penting karena kadang kala ada satu ayat Al Quran yang arti zhahirnya tidak layak diperuntukkan bagi Allah Subhaanahu wata'ala. Untuk memahaminya, diperlukan takwil ayat tersebut, seperti ayat:
"Tangan Allah di atas tangan mereka." (Q.S AL-Fath: 10)
Takwilnya, orang yang berjanji kepada Baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, sama juga dengan berjanji kepada Allah Subhaanahu wata'ala.
10. Ilmu Ushul Fiqih (ilmu yang mempelajari cara pengambilan hukum dalil-dalil syariat secara garis besar). Mempelajari ilmu Ushul Fiqih sangat penting. Dengan ilmu ini dapat diambil kesimpulan hukum dari suatu ayat.
11. Ilmu Asbabun Nuzul, yaitu ilmu untuk mengetahui sebab-sebab turunnya ayat Al Quran. Dengan mengetahui sebab-sebabnya, maksud suatu ayat menjadi lebih jelas.
12. Ilmu Nasikh Mansukh (ilmu untuk mengetahui hukum-hukum yang telah dihapus dan hukum-hukum yang berlaku). Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hukum yang sudah dihapus dan hukum yang masih tetap berlaku.
13. Ilmu Fiqih (ilmu yang mempelajari hukum-hukum dalam syariat). Ilmu ini penting sekali dipelajari. Karena dengan mengetahui hukum-hukum Fiqih secara rinci, akan mudah dipahami kaidah-kaidah umum yang ada dalam Al Quran yang menjadi dasar hukum tersebut.
14. Ilmu Hadits. Ilmu sangat penting dipelajari untuk mengetahui hadis-hadis yang menafsirkan ayat-ayat Al Quran.
15. Ilmu Wahbi, yaitu ilmu khusus yang diberikan Allah Subhaanahu wata'ala kepada hamba-Nya yang istimewa, sebagaimana sabda Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam:
“Barang siapa mengamalkan apa yang ia ketahu, maka Allah Subhaanahu wata'ala akan memberikan kepadanya ilmu yang tidak ia ketahu.”
Sebagaimana dalam satu riwayat, ketika Sayyidina Ali Radhiyallahu 'anhu ditanya oleh seseorang, "Apakah Baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah memberimu suatu ilmu atau nasihat khusus yang tidak diberikan kepada orang lain?" Ia berkata, "Demi Allah, demi Yang menciptakan surga dan jiwa. Aku tidak memiliki sesuatu yang khusus kecuali pemahaman Al Quran yang Allah Subhaanahu wata'ala berikan kepada hamba-Nya." Syaikh lbnu Abi Dunya Rahmatullah 'alaih berkata, "Ilmu Al Quran dan pengetahuan yang didapat darinya seperti lautan yang tak bertepi."
Cabang-cabang ilmu di atas adalah sebagai alat dan syarat-syarat yang penting bagi seorang penafsir. Penafsiran dari seseorang yang tidak benar-benar mahir dengan cabang-cabang ilmu ini dan hanya berdasarkan pendapatnya sendiri harus dicegah. Para sahabat Radhiyallahu 'anhum memperoleh ilmu bahasa Arab secara kebetulan karena merupakan bahasa ibu mereka, sedangkan ilmu lainnya mereka mempelajarinya secara mendalam melalui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
Allamah Suyuti Rahmatullah 'alaih berkata, "Orang-orang yang mengatakan bahwa untuk mendapatkan ilmu Wahbi adalah di luar kemampuan manusia, pendapat itu tidak benar. Karena cara untuk mendapatkan pengetahuan langsung dari Allah tanpa belajar telah ditunjukkan oleh Allah sendiri, yaitu dengan mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya dan tidak mencintai keduniaan.
Seperti ditulis dalam Kitab Kimiya Sa'adat, ''Tiga golongan orang berikut ini tidak akan berhasil menafsirkan Al Quran, yaitu: (1) seorang yang tidak mahir dalam bahasa Arab, (2) orang yang selalu membuat dosa-dosa besar atau orang yang membuat bid'ah karena perbuatan ini dapat menggelapkan hatinya dan menghalanginya dari memahami Al Quran, dan (3) seorang yang menggunakan alasan-alasan rasional (pikiran) semata walaupun dalam hal keimanan, ia merasa tidak suka apabila ia membaca satu ayat Al Quran yang tidak sesuai dengan akal pikirannya. Orang-orang seperti ini tidak akan mampu memahami Al Quran dengan benar.
"Ya Allah peliharalah kami dari perbuatan yang demikian."
Sumber.
Zakariyya Al Kandahlawi, M. (2011) ‘Fadhilah Al Quran’, in Fadhilah Amal. Bandung: Pustaka Ramadhan. pp. 609–6012